Bobroknya rasa malu bangsa kita
Created by :
Nur Amanah
Berbicara mengenai rasa
malu, mungkin memiliki dua persepsi tentang hal terebut, malu kepada kebaikan
dan malu kepada keburukan. Memiliki rasa malu akan membawa kita kepada kebaikan,
memiliki rasa malu akan mencegah kita dari kejahatan, yang paling utama
adalah dengan rasa malu akan menjaga
kesucian diri kita, itulah rasa malu kepada kebaikan. Lalu bagaimana rasa malu
kepada keburukan? Sebagai contoh ketika seseorang malu untuk melakukan
kebaikan, malu untuk berbuat hal – hal yang bermanfaat dan lain sebagainya,
justru malu dalam hal seperti ini dan berlebih – lebihan merupakan kelemahan bagi diri kita, malu
tidak pada tempatnya membuat hidup kita tidak akan maju dan sukses. Seorang
ulama berkata “ malu bukan pada tempatnya adalah kelemahan “.maka malu dalam
hal seperti ini merupakan akhlak yang
tercela karena malu bukan pada tempatnya. Jika kita melihat pada bangsa kita, apakah
mereka memiliki rasa malu kepada kebaikan, ataukah sebaliknya cenderung kepada keburukan???.
Dalam sebuah hadits
yang di riwayatkan oleh imam bukhari
عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بِنْ عَمْرٍو الأَنْصَارِي
الْبَدْرِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى،
إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
[رواه البخاري ]
[رواه البخاري ]
Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshari Al Badri
radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di
antara ucapan kenabian yang pertama kali ditemui manusia adalah jika engkau
tidak merasa malu, maka berbuatlah semaumu.” (HR.
Bukhari)
Dalam hadits Arba’in yang ke 20
ini, yang dimaksud dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Sesungguhnya di antara ucapan kenabian yang pertama kali ditemui manusia
adalah jika engkau tidak merasa malu, maka berbuatlah semaumu.” Yakni, di
antara peninggalan para nabi terdahulu yang terdapat pada umat sebelum ini yang
telah dilegalisasi oleh syari’at ini: “Jika engkau tidak merasa malu, maka
berbuatlah semaumu.” Yakni, jika kamu tidak mengerjakan perbuatan yang
memalukan, maka berbuatlah apa yang engkau mau. Ini adalah salah satu dari dua
pandangan. Maksudnya adalah, maka ia mengerjakannya. Menurut pandangan yang
kedua, bahwa maknanya adalah jika seseorang tidak merasa malu, ia bisa berbuat
apapun yang ia mau dan tidak lagi peduli. Masing-masing dari kedua makna
tersebut benar.
Jadi bahwa rasa malu memiliki peranan yang
sangat penting bagi diri kita, karena jika rasa malu kita sudah mulai luntur
dan hilang dalam sabda nabi di katakana bahwa “jika tidak malu berbuatlah
semaumu”. Kita berbuat sesuka kita, menuruti nafsu kita tanpa memandang baik
atau buruknya. Jika di ibaratkan oleh sebuah mobil, apabila mobil tersebut
tidak memiliki rem sebagai penahannya, apa yang terjadi ?? yang pasti mobil tersebut akan mengalami
kejadian – kejadian yang tidak di inginkan, entah itu menabrak orang, pohon, rumah,
gedung, dll. Begitupun dalam diri kita, malu adalah sebagai pengerem bagi diri
kita. Ketika kita ingin melakukan perbuatan maksiat dan perbuatan yang tidak
baik, jika ada rasa malu di dalam dirinya insya allah, allah akan melindungi
kita dari perbuatan tersebut. Jika kita lihat pada realita yang ada terhadap
bangsa kita apakah mereka masih memiliki rasa malu atau malu – maluin ??? tetapi mayoritas dari mereka, justru mereka
lebih bangga melakukan kemaksiatan, tanpa memandang halal atau haram, baik atau
buruk, dan mudharat atau mashlahat. Dulu bangsa kita yang di kenal dengan
karakter yang pemalu, sekarang justru
sebaliknya. Sebagai contoh di mana – mana kemaksiatan ada, entah di tempat
khusus ataupun di tempat yang umum. Dulu Negara kita, ketika ingin melakukan
kemaksiatan entah itu mencuri, merampok, melakukan sex dan sebagainya, mereka
melakukannya secara sembunyi – sembunyi, biasanya di lakukan pada malam hari
ketika orang – orang sedang tertidur lelap. Tetapi sekarang, jangankan pada
waktu malam, pada siang hari saja masih ada yang mencuri misalnya maling
jemuran. (hehehe). Dulu bangsa kita ketika pemerintah ingin melakukan korupsi,
mereka melakukannya secara tersembunyi, dan dua atau tiga orang yang
melakukannya, tapi sekarag justru mereka berlomb – lomba untuk mendapatkan uang
haram. Naudzubillah…
Kemana rasa malu bangsa
kita, justru mereka bangga dengan perbuatan maksiat. Yang paling utama adalah
rasa malu bagi seorang wanita, karena wanita adalah tiangnya Negara, jika
wanitanya baik maka negaranyapun insya allah baik. Apakah wanita di dalam bangsa
ini masih memiliki rasa malu? Dulu ketika sepasang kekasih ketika ingin berpacaran
atau bermesraan, mereka lebih memilih di tempat yang sepi dan malu jika ada
orang yang melihatnya. Tetapi sekarang, justru mereka bangga dengan perbuatan
mereka seperti cipika – cipiki, berpegangan tangan, berpelukan di tempat umum
dan sebagainya. Di mana rasa malu mereka? Apakah perbuatan seperti itu sudah di anggap hal biasa bagi
yang melihatnya? Padahal di Ayat Alquran melarang kita mendekati Zina, menarik untuk
diperhatikan, mengapa Tuhan menggunakan istilah: Wala taqrabu al-zina’
(Janganlah kalian mendekati zina) (QS al-Isra’/17:32)? Mengapa tidak dikatakan:
“Jangan melakukan zina” (wa la taf’alu al-zina)? Tentu dengan mudah difahami
bahwa mendekati saja tidak boleh, apalagi melakukannya. Tetapi perbuatan
seperti itu sudah menjadi makanan sehari – hari bagi yang melakukannya. Apakah ini membuktikan bahwa negara kita akan
hancur?? Lalu di tambah lagi dengan
pakaian seorang wanita yang tidak berpakaian menurut syariat islam, mereka
lebih nyaman berpakaian yang mungkin tidak pantas kaum adam melihat auratnya,
sehingga timbul perbuatan yang tidak di inginkan seperti pemerkosaan, pelecehan
seksual, dan sebagainya. Serta perilakunya senantiasa bersolek, pergi tanpa
muhrim, bahkan bercampur baur kepada yang bukan muhrimnya tanpa ada keperluan
yang di perbolehkan secara syar’i. jelas bahwa wanita seperti ini bukan berasal
dari didikan al –quran atau islam, mereka mengganti rasa malu dan ketaatan kepada allah dengan rasa tidak
tahu malu, kemaksiatan, dan berbagai perbuatan keji. Dengan demikian, mereka
telah membantu terealisasinya keinginan musuh allah untuk melakukan
kemaksiatan. Berbeda dengan seorang wanita yng anggun dan shalihah, secara
fitrah akan merasa malu ketika bertemu dan berbicara kepada seorang lelaki,
akan tetapi karena kesucian dan keistiqomahannya ia tidak gugup. Ia berbicar dengan
jelas dan sebatas keperluan. Insya allah jika mayoritas wanita Indonesia seperti
itu, maka Negara kita pasti baik.
Maka
dari itu tugas seoarang pendidik berkewajiban untuk menanamkan rasa malu secara
sungguh – sungguh kepada anaknya. Untuk itu
sebagai orang tua harus menggunakan berbagai metode pendidikan yang baik
seperti : mengawasi perilaku anak – anak, memilih buku – buku yang bermanfaat
dan islami, menjauhkan diri dari berbagai tontonan yang merusak, dan menjauhkan
dari omongan yang tidak baik. Ingat bahwa rasa malu adalah sumber kebaikan
dalam sebuah hadits di katakan “Rasa malu tidak mendatangkan selain kebaikan.”
(HR. Bukhari dan Muslim) dan rasa malu merupakan salah satu cabang dari
iman dan indikator nilai keimanan seseorang.
Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam melewati seorang Anshar yang sedang menasihati saudaranya
tentang rasa malu, maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
“Biarkanlah ia memiliki rasa malu karena malu itu termasuk dalam keimanan.”(HR.
Bukhari dan Muslim).
Jadi,
“semakin tebal rasa malu yang di miliki, maka semakin banyak kebaikannya, dan
semakin sedikit rasa malu yang di miliki, maka akan semakin sedikit kebaikannya”.
Maka barang siapa yang memiliki rasa
malu, hingga dapat mengendalikan diri dari perbuatan buruk, berarti ia telah
menjaga kesucian dirinya.
Allahu ‘alam bishowab.
subhanallah naa
BalasHapusttp posting2 yg bermanfaat bagi org bnyak ya